A. LETAK GEOGRAFIS SUKU ASMAT
Di Indonesia bagian Timur, tepatnya di Papua, ada sebuah suku yang hasil ukirannya sangat unik dan terkenal di bagian Indonesia lainnya, termasuk bagian bumi di luar Indonesia . Suku yang dimaksud ialah Suku Asmat. Jumlah populasi Suku Asmat yang berkisar 70.000 orang terbagi dalam dua populasi besar, yaitu mereka yang tinggal di pedalaman dan mereka yang tinggal di pesisir pantai. Cara hidup, ritual, kebiasaan, sistem sosial, dan dialek bahasa kedua populasi ini sangat berbeda. Suku Asmat yang tinggal di daerah pesisir pantai dibagi menjadi Suku Bisman dan Suku Simai.
Kabupaten Asmat terletak diantara 4º-7º Lintang Selatan dan 137º-140º Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Nduga dan Kabupaten Yahukimo. Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafuradan Kabupaten Mappi. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Mimika dan Laut Arafura. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Mappi.
Karakteristik wilayah yang berdataran rendah, ber-rawa dan sering tergenang air, menyebabkan pembangunan konstruksi jalan di Kabupaten Asmat menggunakan konstruksi jalan jembatan. Jalan jembatan inilah yang menjadi sarana transportasi bagi masyarakat setempat untuk melakukan perjalanan darat. Satu-satunya cara untuk melaluinya adalah dengan berjalan kaki.
Di kota Agats, ibukota Kabupaten Asmat, seluruh bagian kota dihubungkan dengan jalan jembatan ini. Jalan utama di kota ini adalah sebuah jembatan dengan lebar kira-kira 2 meter yang memanjang menuju pusat-pusat perekonomian seperti pasar, pusat pemerintahan, pusat kesehatan, sarana umum, tempat ibadah dan sekolah. Masing-masing rumah terhubung dengan jembatan seadanya menuju jembatan utama yang herfungsi sebagai jalan umum bagi pejalan kaki. Tidak ada kendaraan bermotor roda dua dan empat di kota kabupaten seperti Agats. Jadi tidak ada polusi suara maupun polusi udara di sini.
Kondisi seperti ini menciptakan interaksi yang sangat tinggi di antara masyarakat, karena hampir semua warga akan melintas di jalan jembatan ini, tak terkecuali para pejabat. Interaksi masyarakat yang sangat tinggi ini memungkinkan satu sama lain saling mengenal dan saling menyapa.
Kehadiran orang asing atau tamu akan langsung dikenali di wilayah itu Masyarakat Asmat sangat ramah dengan para pendatang baru atau tamu di wilayahnya. Mereka biasanya akan menyapa selamat pagi atau selamat siang jika berpapasan di jalan. Sedangkan untuk berhuhungan dari satu distrik ke distrik lain, yaitu bagian wilayah di luar kota Agats, digunakan transportasi air. Beberapa alat transportasi air seperti perahu, perahu panjang tradisional, perahu panjang dengan motor dan speedboat sering menjadi pilihan untuk perjalanan antar kampung dan distrik.
Iklim di Papua
Keadaan iklim di daerah Papua sangat dipengaruhi oleh topografi daerah. Pada saat musim panas di dataran Asia (bulan Maret dan Oktober) Australia mengalami musim dingin, sehingga terjadi tekanan udara dari daerah yang tinggi (Australia) ke daerah yang rendah (Asia) melintasi pulau Papua sehingga terjadi musim kering terutama Papua bagian selatan (Merauke).
Pada saat angin berhembus dari Asia ke Australia (bulan Oktober dan Maret) membawa uap air yang menyebabkan musim hujan, terutama Papua bagian utara, dibagian selatan tidak mendapat banyak hujan karena banyak tertampung di bagian utara. Keadaan iklim Papua termasuk iklim tropis, dengan keadaan curah hujan sangat bervariasi terpengaruh oleh lingkungan alam sekitarnya.
Curah hujan bervariasi secara lokal, mulai dari 1.500 mm sampai dengan 7.500 mm setahun. Curah hujan di bagian utara dan tengah rata-rata 2000 mm per tahun (hujan sepanjang tahun). cuaca hujan di bagian selatan kurang dari 2000 mm per tahun dengan bulan kering rata-rata 7 (tujuh) bulan. Jumlah hari-hari hujan per tahun rata-rata untuk Jayapura 160, Biak 215, Enarotali 250, Manokwari 140 dan Merauke 100.
B. KEBUDAYAAN SUKU ASMAT
1) Tradisi Suku Asmat
Ciri khas suku Asmat ketika mendayung perahu sangat unik. Mereka melakukannya tidak dengan duduk melainkan sambil berdiri. Anehnya mereka bisa menjaga keseimbangan tubuh sehingga perahu tetap jalan dan tidak terguling, Bahkan anak-anak Asmat pun bisa melakukan yang dilakukan orang tua mereka. Sebuah pemandangan yang unik dan menarik.
Rumah Tradisional Asmat adalah Jeu, dengan panjang sampai 25 meter. Sampai sekarang masih bisa dijumpai rumah tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat pedalaman. Bahkan masih ada juga di antara mereka yang membangun rumah tinggal di atas pohon.
Kelahiran
Tak ada upacara khusus dan hampir sama dengan prosesi kelahiran disuku lainnya. Bayi yang baru lahir kemudian dibersihkan dan tali pusarnya dipotong dengan bambu yang disebut sembilu.
Pernikahan
Salah satu adat istiadat suku Asmat bisa dilihat pada upacara pernikahannya. Sebenarnya tidak ada upacara khusus, namun saat ada laki-laki dan wanita suku Asmat yang akan menikah, pihak laki-laki harus “membeli” wanita pilihannya dengan menawarkan mas kawin berupa piring antik beserta uang yang nilainya disetarakan dengan perahu Johnson (sejenis kapal perahu motor yang biasanya digunakan melaut). Bila pihak laki-laki memberikan uang mas kawin dengan harga yang kurang dari harga kapal Johnson tersebut, ia tetap boleh menikah dan tinggal bersama istrinya tapi harus tetap melunasi hutang mas kawinnya.
Kematian
Adat suku Asmat dalam acara kematian mungkin akan membuat orang lain bergidik. Bila yang meninggal adalah kepala suku, maka mayatnya akan dimumikan dan dipajang di depan rumah adat. Bila masyarakat biasa, jasadnya akan dikuburkan seperti biasa.Upacara kematian akan diiringi oleh tangisan dan nyanyian dalambahasa Asmat. Hal yang akan membuat orang lain bergidik adalah adanya acara pemotongan jari salah satu anggota keluarga yang meninggal. Satu ruas jari dari orang suku Asmat akan dipotong setiap ada anggota keluarganya yang meninggal.
Suku Asmat percaya bahwa kematian yang datang kecuali pada usia yang terlalu tua atau terlalu muda, adalah disebabkan oleh tindakan jahat, baik dari kekuatan magis atau tindakan kekerasan. Kepercayaan mereka mengharuskan pembalasan dendam untuk korban yang sudah meninggal. Roh leluhur, kepada siapa mereka membaktikan diri, direpresentasikan dalam ukiran kayu spektakuler di kano , tameng atau tiang kayu yang berukir figur manusia. Sampai pada akhir abad 20an, para pemuda Asmat memenuhi kewajiban dan pengabdian mereka terhadap sesama anggota, kepada leluhur dan sekaligus membuktikan kejantanan dengan membawa kepala musuh mereka, sementara bagian badannya di tawarkan untuk dimakan anggota keluarga yang lain di desa tersebut.
Bagi suku asmat kala mengukir patung adalah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yag ada di alam lain. itu dimungkinkan karena mereka mengenal tiga konsep dunia :
- Amat ow capinmi (alam kehidupan sekarang)
- Dampu ow campinmi (alam pesinggahan roh yang sudah meninggal)
- Safar (surga) percaya sebelum memasuki surga, arwah orang sudah meninggal akan mengganggu manusia. gangguan bisa berupa penyakit, bencana bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan mengelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat ulat sagu. Konon patung bis adalah bentuk patung yang paling sakral. namun kini membuat patung bagi suku asmat tidak sekadar memenuhi panggilan tradisi, sebab hasil ukiran itu juga mereka jual kepada orang asing di saat pesta ukiran. mereka tahu hasil ukiran tangan dihargai tinggi antara Rp. 100 ribu hingga jutaan rupiah diluar papua.
2) Ukiran Kayu Suku Asmat
Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Karya ukir kayu khas Suku Asmat adalah salah satu kekayaan budaya nasional yang sudah memiliki nama bagi para turis asing. Karakteristik ukiran Suku Asmat mempunyai pola yang unik dan bersifat naturalis. Dari pola-pola itu terlihat kerumitan cara membuatnya sehingga membuat karya ukir mereka bernilai tinggi dan cukup banyak diminati para turis asing.
Dari segi model, ukiran Suku Asmat sangat beragam, mulai dari patung manusia, perahu, panel, perisai, tifa, telur kaswari, sampai ukiran tiang. Suku Asmat biasanya mengadopsi pengalaman dan lingkungan hidup sehari-hari sebagai pola ukiran mereka, seperti pohon, perahu, binatang, orang berperahu, dan lain-lain. Masyarakat Asmat terdiri dari 12 sub etnis, dan masing-masing memiliki ciri khas pada karya seninya. Begitu juga dengan kayu yang digunakan, ada juga perbedaannya. Ada sub etnis yang menonjol ukiran patungnya, ada yang menonjol ukiran salawaku atau perisai, ada pula yang memiliki ukiran untuk hiasan dinding dan peralatan perang.
Yang paling istimewa dan unik adalah bahwa setiap karya ukir tidak memiliki kesamaan atau duplikatnya karena mereka tidak memproduksi ukiran berpola sama dalam skala besar. Jadi, kalau kita memiliki satu ukiran dari Asmat dengan pola tertentu, itu adalah satu-satunya yang ada karena orang Asmat tidak membuat pola sama dalam ukirannya. Bentuk boleh sama, misalnya perisai atau panel, tetapi soal pola pasti akan berbeda. Itulah keunikan ukiran Suku Asmat.
Mengenal Suku Asmat merupakan wahana tersendiri akan kekayaan budaya bangsa Indonesia . Suku Asmat merupakan salah satu ikon budaya Indonesia yang menjadi nilai tersendiri untuk dikembangkan menjadi surga pariwisata di kawasan timur Indonesia . Suku Asmat memiliki ragam budaya dan seni pertunjukan yang luar biasa. Setiap wisatawan yang datang ke wilayah Suku Asmat pastilah akan disuguhkan suatu fenomena alami yang menyatu dengan lingkungan alamnya yang masih perawan. Sungguh suatu petualangan yang sulit untuk dilupakan.
3) Cara Merias Diri Suku Asmat
Suku asmat memiliki cara yang sangat sederhana untuk merias diri mereka. Mereka hanya membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah. Untuk menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan. Sedangkan warnah hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang dihaluskan. Cara menggunakan pun cukup simpel, hanya dengan mencampur bahan tersebut dengan sedikit air, pewarna itu sudah bisa digunakan untuk mewarnai tubuh.
Selain budaya, penduduk kampung syuru juga amat piawai membuat ukiran seperti suku asmat umumnya. Ukiran bagi suku asmat bisa menjadi penghubung antara kehidupan masa kini dengan kehidupan leluhur. Di setiap ukiran bersemayam citra dan penghargaan atas nenek moyang mereka yang sarat dengan kebesaran suku asmat.
C. KEHIDUPAN SUKU ASMAT
Suku asmat adalah sebuah suku di papua. Suku asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbada satu sama lain dalam hal cara hidup, sturktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi kedalam dua bagian yaitu suku bisman yang berada di antara sungai sinesty dan sungai nin serta suku simai.
Kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung. Pada Suku Asmat, setiap kampung mempunyai satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di Indonesia . Mayoritas anak-anak Asmat sedang bersekolah.
1) Karakteristik Masyarakat Suku Asmat
Secara fisik, orang-orang suku Asmat memiliki tubuh yang tinggi, besar, dan sangat tegap. Secara keseluruhan, mereka memiliki warna kulit dan rambut yang relatif gelap, karena iklim di Papua termasuk ke dalam iklim tropis (panas). Rambut mereka umumnya keriting dan berhidung mancung.
2) Cara Mencari Makan Suku Asmat
Kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya di wilayah Distrik Citak-Mitak ternyata hampir sama. suku asmat darat, suku citak dan suku mitak mempunyai kebiasaan sehari-hari dalam mencari nafkah adalah berburu binatang hutan separti, ular, burung kasuari, babi hutan, komodo dll. mereka juga selalu meramuh atau menokok sagu sebagai makan pokok dan nelayan yakni mencari ikan dan udang untuk dimakan. kehidupan dari ketiga suku ini ternyata telah berubah.
3) Kehidupan Sosial dan Ekonomi Suku Asmat
Sebelum mengenal bercocok tanam, Suku Asmat berburu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hewan yang sering diburu adalah babi hutan. Mereka juga mengumpulkan makanan dengan cara mengambil tepung dari pohon sagu serta memancing. Mereka mulai mengenal bercocok tanam ketika bersentuhan dengan orang-orang di luar sukunya. Mereka mulai menanam sayur-sayuran dan kacang-kacangan serta mereka juga mulai beternak. Alasan lain mereka mulai bercocok tanam dan beternak adalah keadaan hutan yang sudah banyak berubah sehingga mengganggu persediaan makanan atau hewan buruan mereka.
Karena sering kontak dengan masyarakat dari luar, Suku Asmat mulai mengenal uang, nasi, dan ikan. Mereka mulai menggunakan pakaian dari kain layaknya orang dari luar Papua. Mereka juga sudah meninggalkan kanibalisme, yakni cara hidup yang mengkonsumsi sesama jenis (manusia). Orang yang mereka anggap musuh akan dibunuh dan bagian-bagian tubuhnya dikonsumsi bersama.
Orang-orang Asmat merasa dirinya bagian dari alam. Karena itulah mereka sangat menghormati dan menjaga alam sekitarnya bahkan, pohon di sekitar tempat hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang pohon menggambarkan tangan. Buah menggambarkan kepala. Akar menggambarkan kaki.
Sehari-hari orang Asmat bekerja di lingkungan sekitarnya, terutama untuk mencari makan. Anak-anak harus membantu orangtuanya. Mereka mencari umbi, udang, kerang, kepiting, dan belalang untuk dimakan. Sementara itu para bapak menebang pohon sagu serta berburu binatang di hutan. Bahan makanan yang sudah terkumpul dimasak oleh para ibu. Selain punya tugas memasak, para ibu juga mempunyai tugas menjaring ikan di rawa-rawa.
4) Sistem Pemerintahan
Suku Asmat memiliki kepala suku atau kepala adat yang sangat dihormati. Namun, kepala suku Asmat akan menjalankan tugasnya sesuai dengan kesepakatan masyarakat, sehingga kehidupan suku Asmat relatif harmonis. Bila kepala adat meninggal, maka kepemimpinan akan diserahkan kepada marga keluarga lain yang dihormati warga (dituakan). Kepemimpinan ini juga bisa diserahkan pada seseorang yang berhasil mendapat kemenangan dalam peperangan.
Dalam peperangan, suku Asmat memakai senjata berupa busur dan panah. Menurut adat suku Asmat, musuh yang sudah mati akan dibawa ke kampung oleh pihak pemenang perang. Setelah itu mayatnya akan dipotong dan dibagikan pada masyarakat untuk dimakan bersama. Tentu saja hal ini tidak ditemukan lagi di masa sekarang.
KESIMPULAN
Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Keadaan iklim di Papua tergolong tropis. Oleh karena itu, pada umumnya masyarakat suku Asmat relative berkulit dan berambut gelap. Walaupun iklim di Papua tropis, namun sifat dari masyarakat suku Asmat tidak keras dan pemarah, justru masyarakat disana sangat kreatif dan juga mandiri, salah satu kekreatifitasan masyarakat suku Asmat yang terkenal adalah kerajinan ukiran kayunya, bahkan hasil karyanya terkenal sampai keluar provinsi Papua dan menghasilkan pemasukan hingga lebih dari jutaan rupiah.
Pendidikan masyarakat suku Asmat juga mulai berkembang sejak era 90-an mengikuti program pendidikan dari pemerintah, dan pada saat itu pula masyarakat suku Asmat mulai memeluk agama Kristen. Dari segi ekonomi, masyarakat suku Asmat bermata pencaharian dengan bercocok tanam, dan dalam mencari makanan mereka selalu berburu hewan di hutan.
Sistem pemerintahan di suku Asmat tergolong sangat baik, karena masyarakat disana sangat patuh terhadap kepala suku mereka, dan kepala suku disana juga menjalankan tugas sesuai dengan kesepakatan bersama. Karena itulah sistem pemerintahan di suku Asmat sangat harmonis.
*Vinni Febrina
Referensi :
http://www.anneahira.com/adat-suku-asmat.htm
http://www.asmatkab.go.id/asmat/in/profil-daerah/58-sekilas-tentang-kabupaten-asmat.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Asmat
http://www.anneahira.com/kebudayaan-suku-asmat.htm
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1893522-suku-asmat/
http://ksupointer.com/suku-asmat-sosok-budaya-indonesia-di-papua
http://www.lestariweb.com/Indonesia/Papua_People_Asmat.htm